Batik Sekarwaru Nusawungu Cilacap, Karya Ibu-Ibu Desa Klumprit yang Berkembang Pesat

Batik Sekarwaru Nusawungu Cilacap, Karya Ibu-Ibu Desa Klumprit yang Berkembang Pesat

Batik Sekarwaru, Warisan Budaya yang Tetap Bertahan di Desa Klumprit

Desa Klumprit, yang terletak di Kecamatan Nusawungu, Kabupaten Cilacap, dikenal sebagai salah satu daerah penghasil batik. Sejak dulu, masyarakat setempat, khususnya perempuan, sudah sangat akrab dengan alat seperti canting dan malam. Tradisi ini tidak hanya bertahan, tetapi juga terus dilanjutkan oleh generasi berikutnya.

Batik Sekarwaru, sebuah usaha yang didirikan oleh Rosita, mulai beroperasi sekitar tahun 2018. Pada awalnya, usaha ini berada di rumah keluarga Mbah dekat sana, namun pada tahun 2019 pindah ke lokasi saat ini. Tujuan utama dari pembukaan Batik Sekarwaru adalah untuk memberi wadah bagi para pembatik di sekitarnya. Rosita melihat bahwa banyak ibu-ibu memiliki keterampilan membatik, tetapi belum mampu memasarkan hasil karyanya. Dengan adanya Batik Sekarwaru, hal ini menjadi solusi yang efektif.

Saat ini, dalam proses produksi harian, terdapat enam orang yang bekerja. Tiga orang bertugas dalam proses cap dan pewarnaan, sedangkan tiga lainnya mengurus jahitan kain. Ketika pesanan meningkat, Rosita juga melibatkan warga sekitar secara freelance. Proses produksi ini bergantung pada jumlah pesanan yang masuk. Dalam sehari, satu pembatik bisa menyelesaikan antara 10 hingga 15 potong batik cap jika pesanan sedang ramai.

Namun, proses produksi sering terhambat saat musim hujan, karena batik harus dijemur agar warna dapat maksimal. Salah satu ciri khas dari Batik Sekarwaru adalah motif Klabang Pures, yang mencerminkan simbol dari Desa Klumprit dahulu yang dikenal sebagai rawa dan banyak klabang. Motif ini memberikan daya tarik tersendiri untuk dipasarkan.

Warna yang digunakan dalam batik ini lebih condong ke hitam dan coklat, yang menjadi ciri khas batik khas Desa Klumprit. Rosita juga mulai mengeksplorasi warna alami seperti biru dari daun indigofera dan warna dari mangrove. Meskipun begitu, motif klasik tetap dipertahankan dengan sentuhan modern.

Harga batik di tempat ini bervariasi. Batik cap dibanderol mulai dari Rp 125 ribu hingga Rp 175 ribu. Sementara itu, batik tulis berkisar antara Rp350 ribu sampai Rp600 ribu, bahkan bisa mencapai Rp2,5 juta untuk jenis kain sutra. Batik cap biasanya lebih diminati oleh kalangan menengah ke bawah, sedangkan batik tulis lebih banyak diminati oleh masyarakat menengah ke atas.

Tidak jarang, organisasi seperti PKK, acara hajatan, seragam kantor, atau wisuda sering memesan batik di sini. Untuk menghindari kejenuhan, Rosita terus berinovasi dalam desain motif. Ia memberi ruang bagi pembatik untuk mengeksplorasi pola baru agar batik dari Desa Klumprit tetap berkembang, tanpa menghilangkan nilai tradisionalnya.

Usaha ini buka setiap hari pukul 08.00 hingga 16.00 WIB. Selain datang langsung ke toko, pelanggan juga bisa menghubungi lewat nomor WhatsApp untuk bertanya terlebih dahulu. Fleksibilitas ini membuat pelanggan merasa nyaman.

Melalui Batik Sekarwaru, Rosita tidak hanya menjalankan usahanya, tetapi juga ikut menjaga denyut budaya di tengah perkembangan zaman. Di tengah gempuran produk massal, batik tradisional Klumprit tetap hidup dan memiliki tempat tersendiri di hati masyarakat.

Kecintaan terhadap batik di Desa Klumprit tidak lepas dari suasana lingkungan yang mendukung. Pembatik di Desa Klumprit sudah terbiasa melihat proses membatik sejak kecil, sehingga membentuk kedekatan emosional dengan warisan budaya ini. Bagi sebagian orang, membatik bukan hanya pekerjaan, tetapi juga cara untuk menjaga tradisi.

“Di sini memang banyak yang senang membatik, karena dari dulu sudah terbiasa melihat mbah-mbahnya dulu yang sekarang sudah tua bikin batik. Buat belajar katanya, jadi lama-lama suka dan bisa,” ujar Rosita saat ditemui di Batik Sekarwaru.

Post a Comment

0 Comments