Lebih Dekat dengan Rayyan Arkan dan Aura Farming, Dari Perahu Riau ke Panggung Dunia

Lebih Dekat dengan Rayyan Arkan dan Aura Farming, Dari Perahu Riau ke Panggung Dunia

Perjalanan Rayyan Arkan dari Perahu Riau ke Panggung Dunia

Di tengah riuhnya festival Pacu Jalur di Riau, seorang bocah lelaki berdiri tegak di ujung haluan perahu. Tubuhnya bergoyang perlahan mengikuti irama, wajahnya tenang di balik kacamata hitam, dan gerakannya mengalir nyaris tanpa beban. Ia bukan atlet, bukan juga penyanyi, tapi dalam sekejap, Rayyan Arkan Dikha, 11 tahun, menjelma menjadi simbol budaya digital global: pionir 'aura farming'.

Tarian yang dilakukannya bukan sekadar atraksi. Dalam tradisi Pacu Jalur, lomba dayung tradisional yang telah berlangsung selama ratusan tahun di Riau, posisi Rayyan dikenal sebagai "Tukang Tari", peran sakral yang bertugas menyemangati pendayung di sepanjang lomba. Namun, Rayyan membawa peran itu jauh lebih jauh dari sekadar semangat lomba. Ia membawa tradisi ke era viral.

Satu Klip, Satu Dunia

Klip berdurasi 30 detik yang diunggah oleh akun TikTok @LensaRams pada Januari 2025 awalnya hanya ditujukan sebagai dokumentasi festival. Tapi gerakan Rayyan yang tenang, elegan, dan konsisten di atas perahu membuat video itu meledak. Pengguna dari berbagai belahan dunia mulai membuat remix, parodi, hingga tantangan. Dalam hitungan minggu, namanya mendunia.

"Aura-nya nggak main-main." komentar salah satu kreator TikTok dengan 8 juta likes. Ketenaran Rayyan mengubah hidupnya. Pemerintah Provinsi Riau menobatkannya sebagai Duta Pariwisata, dan ia menerima beasiswa penuh hingga perguruan tinggi. Namun bagi Rayyan, semuanya tetap tentang satu hal: menari untuk bangsanya.

Apa Sebenarnya Aura Farming Itu?

Menurut laman budaya internet Know Your Meme, istilah “aura farming” pertama kali muncul di kalangan penggemar anime dan Gen Alpha sebagai istilah untuk menggambarkan seseorang yang “memanen” aura dengan melakukan aksi ikonik berulang kali—biasanya diam, tenang, tetapi berkarisma tinggi. Tarian Rayyan di perahu menjadi bentuk nyata dari istilah itu: gaya, konsisten, dan bermakna.

Menjaga Tradisi di Era Meme

Bagi masyarakat Riau, Pacu Jalur bukan sekadar lomba dayung, tetapi perayaan budaya Melayu yang diwariskan dari generasi ke generasi. Setiap perahu dihias megah, dan musik tradisional mengiringi setiap hentakan dayung. Rayyan, yang telah menjadi Tukang Tari sejak usia 9 tahun, kini menjadikan panggung kayu kecil di atas perahu itu sebagai panggung dunia. Bagi masyarakat adat Rantau Kuantan, Rayyan tak hanya memviralkan tariannya, tapi memperkenalkan Pacu Jalur ke mata internasional.

“Dia menghubungkan warisan ratusan tahun dengan budaya internet hari ini,” kata salah satu pengamat budaya di Riau.

Selebritas Dunia Ikut Menari

Popularitas Rayyan menular cepat ke dunia hiburan dan olahraga internasional. Beberapa figur publik yang terbaru diketahui ikut meniru gaya "aura farming" ala Rayyan, antara lain:

  • Travis Kelce, pemain NFL dan pasangan Taylor Swift, menirukan gerakan Rayyan dalam wawancara pascapertandingan.
  • Marc Marquez, pembalap MotoGP, melakukan tarian itu di podium Sachsenring pekan lalu.
  • Diego Luna, pemain timnas AS, menggunakan gaya Rayyan sebagai selebrasi gol melawan Guatemala.
  • Steve Aoki, DJ internasional, membuka konsernya di Tokyo dengan “Rayyan Dance Mix” yang viral di Instagram Reels.
  • Coco Gauff, petenis muda Amerika, merekam versi aura farming di sela-sela latihan Wimbledon dan mengunggahnya ke TikTok.
  • Lisa BLACKPINK, dalam sesi vlog-nya di Thailand, menyebut gerakan Rayyan “healing dan ikonik”.

Klub-klub besar seperti AC Milan, PSG, dan bahkan Timnas U-23 Indonesia menjadikan gerakan itu sebagai bagian dari kampanye media sosial mereka.

Dari Riau untuk Dunia

Di usia yang masih sangat muda, Rayyan Arkan Dikha telah melakukan sesuatu yang luar biasa: menggabungkan kearifan lokal dengan bahasa budaya digital global. Di dunia yang serba cepat, gerakannya yang lambat justru jadi penyejuk. Di tengah tren kekacauan, ketenangannya jadi kekuatan.

Rayyan bukan hanya viral. Ia adalah simbol bagaimana budaya bisa hidup kembali—dengan satu tarian, satu klip, dan satu anak yang percaya diri berdiri di atas perahu.

Post a Comment

0 Comments