Kisah CEO Jepang yang Menang Lelang Tas Birkin Rp165 Miliar

Featured Image

Tas Birkin Pertama yang Terjual dengan Harga Miliaran Euro

Pada lelang yang diadakan oleh Sotheby’s Paris bulan lalu, ketukan palu menandai penjualan sebuah tas tangan yang sangat istimewa. Tas tersebut adalah Hermes Birkin pertama yang pernah dibuat, dan menjadi salah satu barang yang paling bersejarah dalam dunia mode. Dalam waktu kurang dari 10 menit, tas ini terjual dengan harga 7 juta euro atau sekitar USD 10,1 juta, setara dengan Rp 165 miliar.

Di ujung sambungan telepon dari Jepang, Shinsuke Sakimoto, CEO Valuence Holdings, masih merasa kaget dan tidak percaya. Ia baru saja membeli tas termahal dalam sejarah. “Ini adalah pembelian termahal saya untuk satu barang,” kata Sakimoto kepada CNN. “Saya sangat bersemangat sampai mual rasanya.”

Sejarah yang Menjadi Legenda

Tas yang dibeli Sakimoto bukanlah Birkin biasa. Ini adalah prototipe pertama yang dirancang langsung untuk aktris legendaris Inggris, Jane Birkin, oleh Hermès pada tahun 1984. Cerita di baliknya sangat ikonik: saat sedang dalam penerbangan ke London, Jane mengeluh tentang tas Kelly-nya yang terlalu kecil. Jean-Louis Dumas, chairman Hermès saat itu, meminta Jane menggambar desain tas ideal. Ia membuat sketsa di kantong muntah pesawat.

Desain itulah yang menjadi dasar birkin yang kini menjadi simbol status global. Tas pertama ini dibuat dari kulit hitam dengan inisial "J.B." dan dilengkapi dengan gunting kuku perak kecil yang digantungkan di tali. Jane memakainya hampir setiap hari selama hampir satu dekade, lalu melelangnya pada 1994 untuk mendukung riset AIDS.

Perjalanan Bisnis yang Menarik

Meskipun bukan kolektor Birkin sejati, Sakimoto tahu betul apa yang ia incar. Ia menyaksikan lelang dari kantornya di Tokyo sambil mengatur strategi. “Saya bilang ke perwakilan saya di telepon: kalau ada yang menawar, balas dalam tiga sampai lima detik,” katanya. Ia menyebut para penawar sebagai "lawan" dan "musuh", bahkan ketika harga mendekati batas atas yang ditetapkan timnya, ia tetap bersikeras untuk terus maju.

Sebelum menjadi pemilik bisnis barang preloved, Sakimoto pernah menjadi pemain sepak bola profesional di liga utama Jepang. Namun, karier sepak bolanya tidak berjalan lama, dan ia pensiun di usia 22 tahun. Setelah itu, ia bekerja di bisnis barang bekas milik ayahnya, lalu membuka toko preloved pertamanya di Osaka pada 2004. Pada 2011, ia mendirikan perusahaan Sou yang berkembang menjadi Valuence Holdings.

Filosofi Keberlanjutan dan Strategi Bisnis

Valuence Holdings kini memiliki jaringan penjualan barang preloved yang mencakup tas, perhiasan, jam tangan, dan bahkan barang seni. Mereka menjunjung komitmen keberlanjutan, dan tahun lalu mereka mengklaim telah mengurangi emisi karbon lebih dari 5 juta ton serta menghemat lebih dari 70 miliar galon air melalui sistem sirkular.

Pembelian Birkin ini juga merupakan strategi bisnis yang sangat strategis. Menurut Sakimoto, secara teknis tas ini dimiliki oleh Valuence, bukan olehnya pribadi. “Kita tahu sejak awal bahwa siapapun yang menang akan mencetak rekor. Artinya akan diberitakan di seluruh dunia.” Ia memperkirakan, dari satu lelang ini saja, Valuence akan mendapatkan advertising value senilai miliaran yen dalam satu dekade ke depan.

Tidak Akan Dijual Kembali

Berbeda dari koleksi lainnya, Sakimoto menegaskan bahwa tas ini tidak akan dijual kembali. Ia bahkan menyebutnya sebagai benda seni yang ingin dirawat dan dibagikan ke publik. Valuence sedang mempertimbangkan untuk memamerkan Birkin pertama ini di berbagai lokasi.

Tas ini sebelumnya pernah tampil di Museum of Modern Art (MoMA) di New York dan Victoria & Albert Museum di London, serta menarik ribuan pengunjung saat dipamerkan di Sotheby’s. “Tujuan kami bukan untuk menyimpan warisan ini sebagai milik pribadi orang kaya,” katanya. “Kami ingin menciptakan model kepemilikan baru di mana masyarakat bisa ikut merasakan dan berbagi nilai sejarahnya.”

Menghormati Jane Birkin

Meskipun awalnya tak terlalu tertarik dengan tas Birkin, Sakimoto mengaku semakin terinspirasi saat mempelajari hidup Jane Birkin. “Semakin saya mengenal kisah hidup dan nilai-nilainya, saya merasa ada kemiripan dengan misi kami,” ujarnya. “Perannya sebagai ikon, sebagai seseorang yang menghidupkan makna dari benda yang ia pakai, sangat sejalan dengan filosofi bisnis kami.”

Sakimoto kini menyimpan tas berusia 41 tahun itu sebagai simbol ketahanan, sejarah, dan keberanian untuk bermimpi besar, meski harus dimulai dengan harga miliaran dan perut yang mual.

Post a Comment

0 Comments