Melukis dengan Jari, Seniman Jerman Abadikan Borobudur dalam Gaya Ekspresionis

Melukis dengan Jari, Seniman Jerman Abadikan Borobudur dalam Gaya Ekspresionis

Seniman Internasional Melukis Candi Borobudur dengan Teknik Finger Painting

Dengan tangan yang dilapisi cat minyak, seniman asal Jerman, Christopher Lehmpfuhl, memulai proses melukis di atas kanvas yang berukuran lebih dari 2 meter persegi. Ia tidak menggunakan kuas biasa, tetapi jari-jarinya sendiri untuk menciptakan karya seni melalui teknik yang dikenal sebagai finger painting. Pada hari Senin (4/8/2025), ia mengabadikan keagungan Candi Borobudur di Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, dalam gaya lukisan ekspresionis yang khas.

Lehmpfuhl hadir di Borobudur sebagai bagian dari rangkaian perjalanan artistik bersama SBY Art Community, komunitas seni yang digagas oleh Presiden RI ke-6, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Dalam rangkaian ini, ia akan melukis sejumlah lanskap ikonik Indonesia, termasuk Monumen Nasional (Monas) di Jakarta dan Pantai Klayar di Pacitan, Jawa Timur.

Sebagai pelukis yang terkenal dengan gaya ekspresionisnya, Lehmpfuhl tidak datang sendirian. Ia didampingi oleh empat pelukis muda berbakat dari Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta dan Surakarta, seorang pelukis independen, serta seniman lokal Magelang. Mereka semua bekerja sama untuk menciptakan karya-karya yang merepresentasikan keindahan alam dan warisan budaya Indonesia.

Lehmpfuhl mengungkapkan bahwa ia sangat terinspirasi oleh atmosfer spiritual dan keagungan Candi Borobudur. “Saya merasa tempat ini begitu kuat secara spiritual, sangat menyentuh. Bagi saya, berada di sini adalah kehormatan besar,” ujarnya. Menurutnya, warna khas batu candi dari Gunung Merapi serta detail relief naratif pada Candi Borobudur menjadi tantangan tersendiri baginya untuk menerjemahkannya ke dalam lukisan.

Meski telah membaca banyak tentang sejarah Borobudur sebelum datang, ia menyebut kunjungan langsung ke situs candi Buddha terbesar di dunia itu sebagai pengalaman yang tak tergantikan. Apalagi dia berkesempatan melukis di lokasi tersebut. “Saat mengikuti tur kemarin, pemandunya tahu begitu banyak tentang Borobudur, filosofi Buddha, tentang kisah di balik relief. Penjelasan itu memperdalam apresiasi saya. Saya jadi lebih memahami kenapa Borobudur begitu penting,” katanya.

Pada hari itu, Lehmpfuhl akan menyelesaikan lima hingga enam lukisan, di mana setiap lukisan hanya membutuhkan waktu sekitar satu hingga dua jam. Untuk menyelesaikan lukisan pertamanya di atas kanvas berukuran 1,5x1,5 meter, ia hanya membutuhkan waktu kurang dari satu jam.

Koordinator staf pribadi SBY, Kolonel Tumpal Raines Napitupulu, menjelaskan bahwa kegiatan ini bertujuan untuk mengangkat keindahan alam dan warisan budaya Indonesia ke kancah internasional. “Pak SBY sangat ingin agar karya seni ini tidak hanya dinikmati di Indonesia. Tahun depan, pada Juni 2026, lukisan-lukisan ini akan dipamerkan dalam rangkaian Sister City Jakarta–Berlin,” jelasnya.

Sebelumnya, kegiatan serupa telah sukses dilaksanakan di Jakarta dan Cisarua, Bogor, Jawa Barat. Rangkaian perjalanan artistik ini akan ditutup di Pacitan, Jawa Timur, yang merupakan tanah kelahiran SBY, dengan kunjungan ke Museum dan Galeri SBY Ani serta Pantai Klayar. Dari sana, para seniman akan melukis langsung dari keindahan alam dan kekayaan sejarah yang ada.

Raines mengatakan, meskipun belum bisa hadir langsung di Candi Borobudur karena kondisi kesehatan, SBY dijadwalkan akan bergabung dalam agenda berikutnya di ArtJog Exhibition di Yogyakarta dan kunjungan ke Pacitan.

Seniman lokal Borobudur, Umar Chusaini, menilai kehadiran pelukis internasional seperti Christopher Lehmpfuhl memberi semangat baru bagi komunitas seni di kawasan candi. Menurutnya, Borobudur adalah sumber inspirasi yang kuat dan kegiatan melukis ini seharusnya tidak berhenti pada karya semata, tetapi juga menjadi bentuk promosi pariwisata budaya ke tingkat global.

“Kita berharap kegiatan ini tidak hanya melahirkan karya seni, tapi juga memperkuat posisi Borobudur sebagai pusat seni budaya yang dikenal dunia,” ujarnya. Umar juga berharap pengelola Candi Borobudur bisa terus memberikan kemudahan bagi para seniman baik lokal maupun internasional untuk berkarya dan memvisualisasikan Candi Borobudur secara berkelanjutan.

Adapun empat seniman lokal dari Borobudur yang turut terlibat dalam kegiatan ini adalah Hatmojo, Widoyo, Munir TPR, dan Umar Chusaini sendiri.

Direktur Keuangan, Umum, dan Komunikasi Publik Badan Pelaksana Otorita Borobudur (BPOB), Yusuf Hartanto, menyambut baik kolaborasi ini. Menurutnya, kegiatan ini menjadi bukti nyata sinergi antara pelestarian budaya dan pengembangan seni.

“Seni memiliki kekuatan untuk menarik perhatian dunia dan meningkatkan nilai pariwisata Borobudur,” ujar Yusuf.

Post a Comment

0 Comments